Perilaku yang Sesuai dengan Hukum
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita tidak akan dapat mengabaikan semua aturan atau hukum yang berlaku. Sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, kita senantiasa akan membentuk suatu komunitas bersama guna menciptakan lingkungan yang aman, tertib, dan damai. Untuk menuju hal tersebut, diperlukan suatu kebersamaan dalam hidup dengan menaati peraturan atau hukum yang tertulis maupun tidak tertulis.
Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya.
Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran:
a. memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku;
b. mempertahankan tertib hukum yang ada; dan
c. menegakkan kepastian hukum.
Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya seperti:
a. disenangi oleh masyarakat pada umumnya;
b. tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain;
c. tidak menyinggung perasaan orang lain;
d. menciptakan keselarasan;
e. mencerminkan sikap sadar hukum; dan
f. mencerminkan kepatuhan terhadap hukum.
Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum Beserta Sanksinya
a. Macam-Macam Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum
Selain mengetahui perilaku yang sesuai dengan hukum yang berlaku, kamu juga harus mengetahui perilaku yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, agar kalian tidak melakukan perilaku tersebut.
Perilaku yang bertentangan dengan hukum timbul sebagai akibat dari
rendahnya kesadaran hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh dua hal yaitu:
1) pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap sebagai kebiasaan bahkan kebutuhan; dan
2) hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan.
b. Macam-Macam Sanksi
Sanksi terhadap pelanggaran itu amat banyak ragamnya, misalnya sanksi hukum, sanksi sosial, dan sanksi psikologis. Sifat dan jenis sanksi dari setiap norma atau hukum berbeda satu sama lain. Akan tetapi, dari segi tujuannya sama yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat.
Berikut ini sanksi dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.
1. Norma Agama
Pengertian norma agama, petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui utusanutusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah,
larangan atau anjuran-anjuran.
Contohnya beribadah, tidak berjudi, suka beramal.
Sanksinya tidak langsung, karena akan diperoleh setelah meninggal dunia (pahala atau dosa).
2. Norma Kesusilaan
Pengertian norma kesusilaan, pedoman pergaulan hidup yang bersumber dari hati nurani manusia tentang baik-buruknya suatu perbuatan.
Contohnya berlaku jujur dan menghargai orang lain.
Sanksinya tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang merasakan (merasa bersalah, menyesal, malu, dan sebagainya)
3. Norma Kesopanan
Pengertian norma kesopanan, pedoman hidup yang timbul dari hasil pergaulan manusia di dalam masyarakat.
Contohnya menghormati orang yang lebih tua, tidak berkata kasar, menerima dengan tangan kanan.
Sanksinya tidak tegas, tapi dapat diberikan oleh masyarakat dalam bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan dalam pergaulan.
4. Norma Hukum
Pengertian norma hukum, pedoman hidup yang dibuat oleh badan yang berwenang mengatur
manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (berisi perintah dan larangan).
Contohnya harus tertib, harus sesuai prosedur, dan dilarang mencuri.
Sanksinya tegas dan nyata serta mengikat dan memaksa bagi setiap orang tanpa kecuali.
Atau lihat pada tabel di bawah ini (isinya sama seperti penjelasan di atas)
Dalam tabel di atas disebutkan bahwa sanksi norma hukum adalah tegas dan nyata. Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut.
1) Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material. Misalnya, dalam hukum pidana mengenai sanksi diatur dalam pasal 10 KUHP. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang mencakup:
a). Hukuman Pokok, yang terdiri atas:
(1) hukuman mati
(2) hukuman penjara yang terdiri dari hukuman seumur hidup dan hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurangkurangnya 1 tahun)
b). Hukuman Tambahan, yang terdiri:
(1) pencabutan hak-hak tertentu
(2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
(3) pengumuman keputusan hakim
2) Nyata berarti adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar hukuman berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya. Contoh: pasal 338 KUHP, menyebutkan “barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Jika sanksi hukum diberikan oleh negara, melalui lembaga-lembaga peradilan, sanksi sosial diberikan oleh masyarakat. Misalnya dengan menghembuskan desasdesus, cemoohan, dikucilkan dari pergaulan, bahkan yang paling berat diusir dari lingkungan masyarakat setempat.
Jika sanksi hukum maupun sanksi sosial tidak juga mampu mencegah orang melakukan perbuatan melanggar aturan, ada satu jenis sanksi lain, yakni sanksi psikologis. Sanksi psikologis dirasakan dalam batin kita sendiri. Jika seseorang melakukan pelanggaran terhadap peraturan, tentu saja di dalam batinnya ia akan merasa bersalah. Selama hidupnya ia akan dibayang-bayangi oleh kesalahannya itu. Hal ini akan sangat membebani jiwa dan pikiran kita. Sanksi inilah yang merupakan gerbang terakhir yang dapat mencegah seseorang melakukan pelanggaran terhadap aturan.
Sumber Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI
Kontributor Naskah : Yusnawan Lubis dan Mohamad Sodeli
Penelaah : Dr. Dadang Sundawa, Dr. Nasiwan, M.Si., Dr. Kokom Komalasari, M.Pd, Dr. Supandi
Pereview : Ucuk Yunadi
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Apa|Bagaimana|Dimana|
|Kapan|Mengapa|Siapa