Karakteristik Negara Federal | Federalisme di Indonesia


1. Karakteristik Negara Federal 

Negara federal atau sering disebut juga dengan negara serikat, negara federal merupakan konsep yang bertolak belakang dengan negara kesatuan.

Apa sebenarnya negara federal itu?
Abu Daud Busroh (1990:64) menyatakan bahwa negara federasi adalah negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri dan kemudian negara-negara tersebut mengadakan ikatan kerja sama yang efektif, tetapi di samping itu negara-negara tersebut masih ingin mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri.

Pendapat lain dikemukakan oleh Al Chaidar (2000:61) yang menyatakan bahwa negara federasi berbicara tentang suatu negara besar yang berfungsi sebagai negara pusat dengan suatu konstitusi federal yang didalamnya terdapat sejumlah negara bagian yang masing-masing memiliki konstitusi sendiri-sendiri. Konstitusi federal mengatur batas-batas kewenangan pusat, sedangkan sisanya dianggap sebagai milik daerah.

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa negara federasi adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, namun yang berdaulat dalam negara federal adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal. Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.

Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh negara bagian.

Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi:

a) hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional, misalnya masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan diplomatik;

b) hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional, perang dan damai;

c) hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azasazas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh pemerintah pusat, misalnya mengenai masalah uji material konstitusi negara bagian;

d) hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan federal, misalnya hal pajak, bea cukai, monopoli, mata uang (moneter);

e) hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya masalah pos, telekomunikasi, statistik.


Kemudian apa yang membedakan negara federal/serikat dengan negara kesatuan?
Menurut Rudolf Kranenburg sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto (2006:55) terdapat 2 (dua) kriteria yang membedakan negara kesatuan dan negara serikat.
Pertama, dalam negara kesatuan organisasi bagian-bagian negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat. Adapun, dalam negara serikat, negara bagian memiliki wewenang membentuk konstitusi sendiri dan berwenang mengatur organisasi sendiri dalam rangka konstitusi federal.
Kedua, dalam negara kesatuan, wewenang pembentuk undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan yang umum dan wewenang pembentuk undang-undang yang lebih rendah (lokal) tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat. Adapun, pada negara serikat wewenang pembentuk undang-undang adalah pusat untuk mengatur hal-hal tertentu, telah diperinci satu persatu dalam konstitusi federal.


2. Federalisme di Indonesia

Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agutus 1950. Pada masa ini yang dijadikan sebagai pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949. Berdasarkan konstitusi tersebut bentuk negara kita adalah serikat atau federasi dengan 15 negara bagian.

Bentuk pemerintahan yang berlaku pada periode ini adalah republik. Ciri republik diterapkan ketika berlangsungnya pemilihan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Drs. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri. Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer), dengan karakteristik sebagai berikut.

1) Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya.

2) Kekuasaan perdana menteri masih dicampurtangani oleh Presiden. Hal itu tampak pada ketentuan bahwa Presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya Presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri.

3) Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen. 

4) Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun harus melalui keputusan pemerintah.

5) Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet.

6) Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. 


Selain Presiden dan para menteri (kabinet), negara RIS juga mempunyai Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan sebagai alat perlengkapan negara. Parlemen RIS terdiri atas dua badan yaitu senat dan DPR. Senat beranggotakan wakil dari negara bagian yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Setiap negara bagian diwakili oleh dua orang.

Keputusan untuk memilih bentuk negara serikat, sebagaimana telah diuraikan di muka, merupakan politik pecah belahnya kaum penjajah. Hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar memang mengharuskan Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat. Bagaimana nasib negara serikat itu?
Layaknya bayi yang lahir prematur, maka kondisi RIS juga seperti itu. Muncul berbagai reaksi dari berbagai kalangan bangsa Indonesia yang menuntut pembubaran Negara RIS dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya, pada 8 Maret 1950, Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, yang isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS Dengan adanya undang-undang tersebut, hampir semua negara bagian RIS menggabungkan diri dengan Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Negara RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.

Bagaimana pengaruh kondisi seperti itu terhadap RIS sendiri?
Kondisi itu mendorong RIS berunding dengan pemerintahan RI untuk membentuk Negara kesatuan. Pada 19 Mei 1950 dicapai kesepakatan yang dituangkan dalam piagam perjanjian. Disebutkan pula dalam perjanjian tersebut bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan dua konstitusi yang berlaku yakni konstitusi RIS dan juga Undang-Undang Dasar 1945 yang menghasilkan UUDS 1950. Pemerintah Indonesia bersatu ini dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagaimana diangkat sebagai presiden dan wakil presiden pertama setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950, konstitusi RIS diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. Sejak saat itulah pemerintah menjalankan pemerintahan dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.











Sumber Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.

Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII

Kontributor Naskah : Salikun, Rapii Pramedya, Yusnawan Lubis, dan Asep Sutisna Putra.

Penelaah : Dadang Sundawa dan Nasiwan.

Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.



Apa|Bagaimana|Dimana|
|Kapan|Mengapa|Siapa